Kamis, 18 Februari 2016
Ketika Mencontek Telah Menjadi Budaya Pelajar
Sebagai pelajar, tentu disibukkan dengan adanya tugas dan ulangan harian. Dan ketika seorang pelajar tak bisa memposisikan dirinya dengan benar maka mencontek menjadi pilihan. Mungkin awalnya pelajar itu mencontek karena tak sempat belajar, anggap saja karena mengerjakan tugas malam harinya. Tapi karena mencontek dianggap sebagai sesuatu yang ‘mudah’ maka sebagai seorang pelajar yang mulanya terpaksa mencontek akan lebih menjadi terbisa mencontek. Ada banyak alasan bagi pelajar yang lebih memilih mencontek tapi kemudahan dalam mencontek lah yang menjadi faktor utama. Misalnya saja bentuk soal yang berbentuk multiple choice/ pilihan ganda sehingga sebuah jawaban dapat dengan mudah diutarakan lewat bahasa tubuh, terutama jari atau mulut. Hal itu tentu berbeda dengan bentuk soal berupa uraian/ essai yang dapat meminimalisir kecurangan mencotek pada pelajar. Contoh berikutnya adalah tentang pengawas atau penjaga ujian yang terlalu longgar dalam mengawasi para pelajar. Seharusnya, sebagai seorang pelajar tak perlu ada nya pengawas. Kesadaran diri untuk tidak berbuat curang harusnya sudah terbentuk. Tapi dalam kenyataan nya pelajar cenderung bergantung pada pengawas, setiap kali ulangan selalu berharap mendapatkan pengawas ujian yang santai, biasanya dengan kriteria orang suka main laptop atau baca buku atau keluar masuk kelas saat menjaga ujian. Sehingga pelajar dapat dengan mudah melancarkan aksinya. Faktor berikutnya adalah tuntutan nilai. Ya, tuntukan nilai baik yang diharapkan orang tua tentu akan membebani pelajar. Secara tidak langsung seorang pelajar akan melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai baik, nah salah satunya mencontek saat ulangan.
Miris memang ketika pelajar kini mulai terbisa dengan mengandalkan jawaban dari teman atau membuat catatan kecil (repekan) yang dibuka saat ujian berlangsung. Namun hal ini masih bisa diminimalisir, pengubahan sistem ujian misalnya. Ujian tak selamanya dengan cara tulis, kadang diperlukan adanya ujian lisan. Dengan ujian lisan pelajar tak bisa mengandalkan siapapun keculi dirinya sendiri sehingga dirinya akan otomatis belajar. Jika memang seorang guru harus memberikan ujian secara tulis, ada baiknya jika bentuk soal yang diberikan adalah soal uraian/ essai dan tak lupa pengawas ujian haruslah berbuat tegas jika ada pelajar yang berbuat curang.
Disamping itu semua tentunya pelajar yang benar-benar belajar akan sangat merasa dirugikan dari aksi kecurangan ini. Dan kebanyakan alasan pelajar memberikan jawaban kepada temannya adalah agar tidak di’cap’ sebagai anak yang pelit atau sombong. Tak jarang kita jumpai bahwa nilai yang mencontek akan lebih tinggi dari pelajar yang benar-benar belajar. Sungguh tidak adil bukan?
Budaya mencontek telah mengakar pada kebanyakan pelajar saat ini, tapi bukan tidak mungkin pada suatu saat budaya itu akan hilang. Mulailah pada diri sendiri. Ylah dengan usahamu, kalau kamu tidak percaya pada diri kamu sendiri, siapa yang akan percaya? Tapi jika itu mengalami kegagal an yakin kan diri kamu bahwa sekecil usahamu pasti akan dihargai Tuhan.
Sumber
Sebuah Janji
Sebuah Janji
Oleh: Rai Inamas Leoni
Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.
“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.
“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.
Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.
“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.
“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
“Wina….”
Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.
“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”
“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.
“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.
“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”
“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.
Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”
“Tau ah gelap!”
Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.
“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.
Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”
Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.
Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.
“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.
“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.
Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.
Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.
Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”
“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”
Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.
“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”
“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.
“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.
“Nggak.”
“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…
Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.
Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.
Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”
“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.
“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”
“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji..” gumam Wina lirih.
Oleh: Rai Inamas Leoni
“Sahabat selalu ada disaat
kita membutuhkannya, menemani kita disaat kita kesepian, ikut
tersenyum disaat kita bahagia, bahkan rela mengalah padahal hati
kecilnya menangis…”
***
Bel istirahat akan berakhir berapa menit lagi. Wina harus segera membawa buku tugas teman-temannya ke ruang guru sebelum bel berbunyi. Jabatan wakil ketua kelas membuatnya sibuk seperti ini. Gubrak…. Buku-buku yang dibawa Wina jatuh semua. Orang yang menabrak entah lari kemana. Jangankan menolongnya, meminta maaf pun tidak.
“Sial! Lari nggak pakek mata apa ya...” rutuk Wina. Dengan wajah masam ia mulai jongkok untuk merapikan buku-buku yang terjatuh. Belum selesai Wina merapikan terdengar langkah kaki yang datang menghampirinya.
“Kasian banget. Bukunya jatuh semua ya?” cemoh seorang cowok dengan senyum sinis. Sejenak Wina berhenti merapikan buku-buku, ia mencoba melihat orang yang berani mencemohnya. Ternyata dia lagi. Cowok berpostur tinggi dengan rambut yang selalu berantakan. Sumpah! Wina benci banget sama cowok ini. Seumur hidup Wina nggak bakal bersikap baik sama cowok yang ada di depannya ini. Lalu Wina mulai melanjutkan merapikan buku tanpa menjawab pertanyaan cowok tersebut.
Cowok tinggi itu sepintas mengernyitkan alisnya. Dan kembali ia tercenung karena cewek di depannya tidak menanggapi. Biasanya kalau Wina terpancing dengan omongannya, perang mulut pun akan terjadi dan takkan selesai sebelum seseorang datang melerai.
Teeeett… Bel tanda berakhirnya jam istirahat terdengar nyaring. “Maksud hati pengen bantu temen gue yang jelek ini. Tapi apa daya udah keburu bel. Jadi sori nggak bisa bantu.” ucap cowok tersebut sambil menekan kata jelek di pertengahan kalimat.
Cowok tersebut masih menunggu reaksi cewek yang ada di depannya. Tapi yang ditunggu tidak membalas dengan cemohan atau pun ejekan. “Lo berubah.” gumam cowok tersebut lalu berbalik bersiap masuk ke kelasnya. Begitu cowok itu membalikkan badannya, Wina yang sudah selesai membereskankan buku mulai memasang ancang-ancang. Dengan semangat 45 Wina mulai mengayunkan kaki kanannya kearah kaki kiri cowok tersebut dengan keras.
“Adooooww” pekik cowok tersebut sambil menggerang kesakitan.
“Makan tuh sakit!!” ejek Wina sambil berlari membawa buku-buku yang tadi sempat berserakan. Bisa dibayangkan gimana sakitnya tuh kaki. Secara Wina pakek kekuatan yang super duper keras. Senyum kemenangan menghiasi di wajah cewek tinggi kurus tersebut.
***
“Wina….”
Wina menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata dari kejauhan Amel teman baiknya sejak SMP sedang berlari kearahnya. Dengan santai Wina membalikkan badannya berjalan mencari motor matic kesayangannya. Ia sendiri lupa dimana menaruh motornya. Wina emang paling payah sama yang namanya mengingat sesuatu. Masih celingak-celinguk mencari motor, Amel malah menjitak kepalanya dari belakang.
“Woe non, budeg ya? Nggak denger teriakan gue. Temen macem apaan yang nggak nyaut sapaan temennya sendiri.” ucap Amel dengan bibir monyong. Ciri khas cewek putih tersebut kalo lagi ngambek.
“Sori deh Mel. Gue lagi bad mood, pengen cepet pulang.”
“Bad mood? Jelas-jelas lo tadi bikin gempar satu kelas. Udah nendang kaki cowok ampe tuh cowok permisi pulang, nggak minta maaf lagi.” jelas Amel panjang lebar.
“Hah? Sampe segitunya? Kan gue cuma nendang kakinya, masak segitu parahnya?” Wina benar-benar nggak nyangka. Masa sih keras banget? Tuh cowok ternyata bener-bener lembek, pikirnya dalam hati.
“Nendang sih nendang tapi lo pakek tendangan super duper. Kasian Alex lho.”
“Enak aja. Orang dia yang mulai duluan.” bantah Wina membela diri.
Sejenak Amel terdiam, lalu berlahan bibirnya tersenyum tipis. “Kenapa sih kalian berdua selalu berantem? Masalahnya masih yang itu? Itu kan SMP. Dulu banget. ” ujar Amel polos, tanpa bermaksud mengingatkan kejadian yang lalu. “Lagi pula gue udah bisa nerima kalo Alex nggak suka sama gue.”
“Tau ah gelap!”
***
Bel pulang berbunyi nyaring bertanda jam pelajaran telah usai. Cuaca yang sedemikian panas tak menyurutkan niat para siswa SMA Harapan untuk bergegas pulang ke rumah. Wina sendiri sudah membereskan buku-bukunya. Sedangkan Amel masih berkutat pada buku catatanya lalu sesekali menoleh ke papan tulis.
“Makanya kalo nulis jangan kayak kura-kura.” Dengan gemas Wina menjitak kepala Amel. “Duluan ya, Mel. Disuruh nyokap pulang cepet nih!” Amel hanya mendengus lalu kembali sibuk dengan catatanya.
Saat Wina membuka pintu kelas, seseorang ternyata juga membuka pintu kelasnya dari luar. “Eh, sori..” ucap Wina kikuk. Tapi begitu sadar siapa orang yang ada di depannya, Wina langsung ngasi tampang jutek kepada orang itu. “Ngapaen lo kesini? Masih sakit kakinya? Apa cuma dilebih-lebihin biar kemaren pulang cepet? Hah? Jadi cowok kok banci baget!!!”
Jujur Alex udah bosen kayak gini terus sama Wina. Dia pengen hubungannya dengan Wina bisa kembali seperti dulu. “Nggak usah cari gara-gara deh. Gue cuma mau cari Amel.” ucap Alex dingin sambil celingak celinguk mencari Amel. “Hey Mel!” ucap Alex riang begitu orang yang dicarinya nongol.
“Hey juga. Jadi nih sekarang?” Amel sejenak melirik Wina. Lalu dilihatnya Alex mengangguk bertanda mengiyakan. “Win, kita duluan ya,” ujar Amel singkat.
Wina hanya benggong lalu dengan cepat mengangguk. Dipandangi Amel dan Alex yang kian jauh. Entah kenapa, perasaanya jadi aneh setiap melihat mereka bersama. Seperti ada yang sakit di suatu organ tubuhnya. Biasanya Alex selalu mencari masalah dengannya. Namun kini berbeda. Alex tidak menggodanya dengan cemohan atau ejekan khasnya. Alex juga tidak menatapnya saat ia bicara. Seperti ada yang hilang. Seperti ada yang pergi dari dirinya.
***
Byuuurr.. Fanta rasa stowberry menggalir deras dari rambut Wina hingga menetes ke kemeja putihnya. Wina nggak bisa melawan. Ia kini ada di WC perempuan. Apalagi ini jam terakhir. Nggak ada yang akan bisa menolongnya sampai bel pulang berbunyi.
“Maksud lo apa?” bentak Wina menantang. Ia nggak diterima di guyur kayak gini.
“Belum kapok di guyur kayak gini?” balas cewek tersebut sambil menjambak rambut Wina. “Tha, mana fanta jeruk yang tadi?” ucap cewek itu lagi, tangan kanannya masih menjambak rambut Wina. Thata langsung memberi satu botol fanta jeruk yang sudah terbuka.
“Lo mau gue siram lagi?” tanya cewek itu lagi.
Halo??!! Nggak usah ditanya pun, orang bego juga tau. Mana ada orang yang secara sukarela mau berbasah ria dengan fanta stroberry atau pun jeruk? Teriak Wina dalam hati. Ia tau kalau cewek di depannya ini bernama Linda. Linda terkenal sesaentro sekolah karena keganasannya dalam hal melabrak orang. Yeah, dari pada ngelawan terus sekarat masuk rumah sakit, mending Wina diem aja. Ia juga tau kalo Linda satu kelas dengan Alex. Wait, wait.. Alex??? Jangan-jangan dia biang keladinya. Awas lo Lex, sampe gue tau lo biang keroknya. Gue bakal ngamuk entar di kelas lo!
“Gue rasa, gue nggak ada masalah ama lo.” teriak Wina sambil mendorong Linda dengan sadisnya. Wina benar-benar nggak tahan sama perlakuan mereka. Bodo amat gue masuk rumah sakit. Yang jelas ni nenek lampir perlu dikasi pelajaran.
Kedua teman Linda, Thata dan Mayang dengan sigap mencoba menahan Wina. Tapi Wina malah memberontak. “Buruan Lin, ntar kita ketahuan.” kata Mayang si cewek sawo mateng.
Selang beberapa detik, Linda kembali mengguyur Wina dengan fanta jeruk. “Jauhin Alex. Gue tau lo berdua temenan dari SMP! Dulu lo pernah nolak Alex. Tapi kenapa lo sekarang nggak mau ngelepas Alex?!!”
“Maksud lo?” ledek Wina sinis. “Gue nggak kenal kalian semua. Asal lo tau gue nggak ada apa-apa ama Alex. Lo nggak liat kerjaan gue ama tuh cowok sinting cuma berantem?”
Plaakk.. Tamparan mulus mendarat di pipi Wina. “Tapi lo seneng kan?” teriak Linda tepat disebelah kuping Wina. Kesabaran Wina akhirnya sampai di level terbawah.
Buuugg! Tonjokan Wina mengenai tepat di hidung Linda. Linda yang marah makin meledak. Perang dunia pun tak terelakan. Tiga banding satu. Jelas Wina kalah. Tak perlu lama, Wina sudah jatuh terduduk lemas. Rambutnya sudah basah dan sakit karena dijambak, pjpinya sakit kena tamparan. Kepalanya terasa pening.
“Beraninya cuma keroyokan!” bentak seorang cowok dengan tegas. Serempak trio geng labrak menoleh untuk melihat orang itu, Wina juga ingin, tapi tertutup oleh Linda. Dari suaranya Wina sudah tau. Tapi Ia nggak tau bener apa salah.
“Pergi lo semua. Sebelum gue laporin.” ujar cowok itu singkat. Samar-samar Wina melihat geng labrak pergi dengan buru-buru. Lalu cowok tadi menghampiri Wina dan membantunya untuk berdiri. “Lo nggak apa-apa kan, Win?”
“Nggak apa-apa dari hongkong!?”
***
Hujan rintik-rintik membasahi bumi. Wina dan Alex berada di ruang UKS. Wina membaringkan diri tempat tidur yang tersedia di UKS. Alex memegangi sapu tangan dingin yang diletakkan di sekitar pipi Wina. Wina lemas luar biasa. Kalau dia masih punya tenaga, dia nggak bakalan mau tangan Alex nyentuh pipinya sendiri. Tapi karena terpaksa. Mau gimana lagi.
“Ntar lo pulang gimana?” tanya Alex polos.
“Nggak gimana-mana. Pulang ya pulang.” jawab Wina jutek. Rasanya Wina makin benci sama yang namanya Alex. Gara-gara Alex dirinya dilabrak hidup-hidup. Tapi kalau Alex nggak datang. Mungkin dia bakal pingsan duluan sebelum ditemukan.
“Tadi itu cewek lo ya?” ucap Wina dengan wajah jengkel.
“Nggak.”
“Trus kok dia malah ngelabrak gue? Isi nyuruh jauhin lo segala. Emang dia siapa? “ rutuk Wina kesal seribu kesal. Ups! Kok gue ngomong kayak gue nggak mau jauh-jauh ama Alex. Aduuuhh…
Alex sejenak tersenyum. “Dia tuh cewek yang gue tolak. Jadi dia tau semuanya tentang gue dan termasuk tentang lo” ucap Alex sambil menunjuk Wina.
Wina diam. Dia nggak tau harus ngapain setelah Alex menunjuknya. Padahal cuma nunjuk. “Ntar bisa pulang sendiri kan?” tanya Alex.
“Bisalah. Emang lo mau nganter gue pulang?”
“Emang lo kira gue udah lupa sama rumah lo? Jangan kira lo nolak gue terus gue depresi terus lupaen segala sesuatu tentang diri lo. Gue masih paham bener tentang diri lo. Malah perasaan gue masi sama kayak dulu.” jelas Alex sejelas-selasnya. Alex pikir sekarang udah saatnya ngungkapin unek-uneknya.
“Lo ngomong kayak gitu lagi, gue tonjok jidat lo!” ancam Wina. Nih orang emang sinting. Gue baru kena musibah yang bikin kepala puyeng, malah dikasi obrolan yang makin puyeng.
“Perasaan gue masih kayak dulu, belum berubah sedikit pun. Asal lo tau, gue selalu cari gara-gara ama lo itu ada maksudnya. Gue nggak pengen kita musuhan, diem-dieman, atau apalah. Pas lo nolak gue, gue nggak terima. Tapi seiring berjalannya waktu, kita dapet sekolah yang sama. Gue coba buat nerima. Tapi nggak tau kenapa lo malah diemin gue. Akhirnya gue kesel, dan tanpa sadar gue malah ngajakin lo berantem.” Sejenak Alex menanrik nafas. “Lo mau nggak jadi pacar gue? Apapun jawabannya gue terima.”
Hening sejenak diantara mereka berdua. “Kayaknya gue pulang duluan deh.” Ucap Wina sambil buru-buru mengambil tasnya. Inilah kebiasaan Wina, selalu mengelak selalu menghindar pada realita. Ia bener-bener nggak tau harus ngapaen. Dulu ia nolak Alex karena Amel juga suka Alex. Tapi sekarang?
“Besok gue udah nggak sekolah disini. Gue pindah sekolah.” Alex berbicara tepat saat Wina sudah berada di ambang pintu UKS.
Wina diam tak sanggup berkata-kata. Dilangkahkan kakinya pergi meninggalkan UKS. Meninggalkan Alex yang termenung sendiri.
***
Kelas masih sepi. Hanya ada beberapa murid yang baru datang. Diliriknya bangku sebelah. Amel belum datang. Wina sendiri tumben datang pagi. Biasanya ia datang 5 menit sebelum bel, disaat kelas sudah padat akan penduduk. Semalam Wina nggak bisa tidur. Entah kenapa bayangan Alex selalu terbesit di benaknya. Apa benar Alex pindah sekolah? Kenapa harus pindah? Peduli amat Alex mau pindah apa nggak, batin Wina. “Argggg… Kenapa sih gue mikir dia terus?”
“Mikirin Alex maksud lo?” ucap Amel tiba-tiba udah ada disamping Wina. “Nih hadiah dari pangeran lo.” Dilihatnya Amel mengeluarkan kotak biru berukuran sedang. Karena penasaran dengan cepat Wina membuka kotak tersebut. Isinya bingkai foto bermotif rainbow dengan foto Wina dan Alex saat mengikuti MOS SMP didalamnya. Terdapat sebuah kertas. Dengan segera dibacanya surat tersebut.
Dear wina,
Inget ga pertama kali kita kenalan? Pas itu lo nangis gara-gara di hukum ama osis. Dalam hati gue ketawa, kok ada sih cewek cengeng kayak gini? Hehe.. kidding. Lo dulu pernah bilang pengen liat pelangi tapi ga pernah kesampaian. Semoga lo seneng sama pelangi yang ada di bingkai foto. Mungkin gue ga bisa nunjukin pelangi saat ini coz gue harus ikut ortu yang pindah tugas. Tapi suatu hari nanti gue bakal nunjukin ke lo gimana indahnya pelangi. Tunggu gue dua tahun lagi. Saat waktu itu tiba, ga ada alasan buat lo ga mau jadi pacar gue.
“Kenapa lo nggak mau nerima dia? Gue tau lo suka Alex tapi lo nggak mau nyakitin gue.” sejenak Amel tersenyum. “Percaya deh, sekarang gue udah nggak ada rasa sama Alex. Dia cuma temen kecil gue dan nggak akan lebih.”
“Thanks Mel. Lo emang sahabat terbaik gue.” ucap Wina tulus. “Tapi gue tetap pada prinsip gue.”
Amel terlihat menerawang. “Jujur, waktu gue tau Alex suka sama lo dan cuma nganggep gue sebagai temen kecilnya. Gue pengen teriak sama semua orang, kenapa dunia nggak adil sama gue. Tapi seiring berjalannya waktu gue sadar kalo nggak semua yang kita inginkan adalah yang terbaik untuk kita.” senyum kembali menghiasi wajah mungilnya. “Dan lo harus janji sama gue kalo lo bakal jujur tentang persaan lo sama Alex. Janji?” lanjut Amel sambil mengangkat jari kelingkingnya.
Ingin rasanya Wina menolak. Amel terlalu baik baginya. Dia sendiri tau sampai saat ini Amel belum sepenuhnya melupakan Alex. Tapi Wina juga tak ingin mengecewakan Amel. Berlahan diangkatnya jari kelingkingnya.
“Janji..” gumam Wina lirih.
Senin, 08 Februari 2016
FARMASI MASA DEPAN DAN MASA KINI
FARMASI MASA DEPAN dan MASA KINI
FARMASI MASA DEPAN
Sejak adanya Deklarasi Fredrick II (1240) yang di
cetuskan oleh Kaisar Fredrick II yang merupakan kaisarjerman dan raja dari
italia dan sicilia selatan(1194- 1250) yang berisi “Sebelum
menyerahkan obatapoteker wajib untuk mengucapkan sumpah bahwa obatyang telah
dibuat telah diproses berdasarkan formulastandar atau resep dan tidak ada
kecurangan. Dokter tidak boleh melakukan hubungan dagang dengan apotekdan
tidak bolah menerima imbalan atau tanda jasa dari apotek “. Sejak
saat itu maka profesi farmasitelah diakuisecara independen. Sehingga jelaslah
bahwa pada waktu itu fokus pekerjaan farmasi yaitumenyiapkan obat dengan benar
dan berkualitas. Dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya
ilmupengetahuan dan teknologi, ternyata ada pekerjaan-pekerjaan tambahan yang
harus dilakukan oleh farmasi.Pekerjaan tersebut merupakan fungsi kontrol dan
jugajaminan terhadap kegiatan berupa pembuatan termasukpengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi ataupenyaluranan
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayananinformasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (sesuai dengan
peratutan pemerintahno 51 2009 tentang kefarmasian). Hal ini disebabkan oleh
adanya tuntutan kualitas dari masing-masing tahap
pelayanan
kefarmasian.
Oleh karena itulah maka secara garis besar fokus pekerjaan farmasi
terbagi menjadidua bidang besar yaitu farmasi klinik dalam usaha pelayanan
kefarmasian kepada pasien dan farmasi industrydalam usaha riset serta produksi
obat-obatan dengan kualitas yang tinggi.Ditambah lagi akhir-akhir ini juga
telah ada tuntutan untuk menjamin kualitas dengan berkembangnyaobat-obatan
herbal yang memerlukan kajian yang berbeda dari obat-obatan modern. Hal
tersebut menjadipekerjaan farmasi juga. Dengan beragamnya tugas farmasi
tersebut maka institusi pendidikan farmasi jugaharus menyediakan pengetahuan
tentang berbagai pekerjaan farmasi tersebut. Farmasi haruslah mau
terbukamenerima ilmu-ilmu yang baru serta spesifik untuk fokus bidangnya untuk
saling mendukung pekerjaanfarmasi.
PANDANGAN
MASYARAKAT TERHADAP APOTEKER.
Menurut Drs. M. Dani Pratomo, Apt, MM sebagai ketua IAI (ikatan
apoteker Indonesia) tahun2005mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui apa tugas apoteker yang sebenarnya. Inidikarenakan di
Indonesia penggunaan obat sudah terlalu mudah diakses oleh masyarakat padahal
obat yangsesungguhnya adalah racun yang memerlukan pengaturan yang tepat.
Menurut pandangan beliau juga apotekertidak dilatih sesuai dengan pekerjaan
yang sebenarnya sesuai pharmaceutical care untuk menghadapi pasien.
Sehingga mereka kurang begitu terampil ketika lulus.Di Indonesia
masyarakat umum mengenal apoteker sebagai tenaga kedua setelah dokter. Ini
terbukti dengananggapan dan pendapat masyarakat yang mengutarakan bahwa
apoteker memiliki kerja sebagai penerjemahresep, orang yang mempersiapkan obat
dan penjaga apotek. Pandangan seperti inisecara tidak langsung jugatelah
menurunkan mental dan menjadikan pandangan orang laintidak terlalu baik
terhadap farmasi. Bila haltersebut dibandingkan dengan beragamnya tugasfarmasi
yang sebenarnya diatas, maka anggapan masyarakatyang seperti itu telah menjadi
indikasi dan parameter bahwa keberadaan farmasi kurang begitu
dirasakanmanfaatnya oleh masyarakat. Padahal apoteker telah diakui sebagai
profesi layaknya dokter gigi, dokter,perawat dan dokter hewan. Sebuah profesi
pastilah memiliki kualifikasi untuk bekerja secara professional danmempunyai
undang-undang yang mendukung pekerjaannya. Bila dibandingkan dengan keadaan
tersebut,maka ini menjadi suatu masalah besar bagi farmasi untuk diselesaikan.
BPOM
adalah badan resmi di Indonesia yang berhak memberi ijin untuk beredarnya
produk obat, obat herbal,
Makanan
dan minuman yang boleh beredar di Indonesia. Namun dalam sebagian besar
pertimbangan untukregulasi dan pemilihan kepalanya yang ada di lembaga tersebut
bukanlah orang farmasi. Pekerjaan tersebutdilakukan oleh menteri kesehatan yang
diwakili oleh profesi kedokteran. Sehingga farmasi Indonesia terasabelum bebas
sepenuhnya dan diakui sebagai profesi yang mampu berkembang walaupun banyak
berdiri
pabrik-pabrik
besar farmasi di negara ini. Di lain pihak bahwa sebagian besar mental-mental
lulusan farmasi Indonesia masih memikirkan pekerjaanteknis-teknis saja. Belum
begitu peduli terhadap isu-isu yang terjadi dunia kefarmasian, terhadap
regulasi yangmengatur kefarmasian dan bersedia untuk merangkap kerja untuk
bekerja di sector publicsebagai pembuatkonsep regulasi. Oleh karena itulah maka
lulusan farmasi yang ada di masa yang akan datang haruslah beranimembuka diri
untuk menerima ilmu-ilmu lain di luar farmasi untuk mendukung keprofesiannya.
Seperti ilmuhukum untuk mendukung farmasi dari sisi undang-undang.
Ilmu manajemen untuk mendukungfarmasi darisisi kepemimpinan dan manajerial.
Sisi psikologi untuk mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan dan interaksi
dengan orang lain. Dan masih banyak ilmu-ilmuyang secara parsial berhubungan
dengan duniakefarmasian seperti ilmu-ilmu medis, bioteknologi, teknologi
produksi dan lain-lain. Keterbukaan farmasiuntuk mau belajar lebih tersebut
akan membuat pencitraan farmasi akan dianggap baik dari segala sisi yangsaling
mendukung. Karena pencitraan profesi ini tidaklah berhasil jika hanya ditinjau
dari satu sisi saja.
Namun
tidak semua ilmu tersebut harus diberikan kepada mahasiswa dalam kuliah. Hanya
ilmuilmu tertentuaja yang sesuai untuk diberikan kepada mahasiswa yang sudah
memilki focus terhadap bidang pekerjaannyananti. Sehingga spesialisasi farmasi
seharusnya juga menyesuaikan cabang pekerjaan farmasi yang adatersebut. Aktif
dalam kegiatan pembahasan tentang isu-isu yang terjadi di dunia kefarmasian.
Seorangapoteker haruslah mengusahakanpembelajaranseumur hidup untuk mengikuti
kemajuan zaman, ilmupengetahuan dan teknologi. Serta mempertimbangkan aspek
nine star of pharmacist yang diajarkan di fakultasfarmas universitasairlangga
bahwa farmasi adalah juga sebagai care giver, decisionmaker,communicator,leader,
manager, life long learner, teacher, researcher dan pharmapreneur.
FARMASI SEKARANG
Dunia Farmasi telah banyak mengalami perkembangan yang sangat
pesat dengan majunya perkembangan dunia Iptek.Dulu, ketika manusia mulai
mengerti dan mendalami masalah kesehatan,terbentuklah satu profesi yang
bertanggung jawab dalam menanggulangi masalahini yang sering kita sebut dengan
dokter. Kemudian, seiring berjalannya waktu,semakin banyak permasalah kesehatan
yang ditemui. sehingga tak mungkin bagiseorang dokter mendalami semua ilmu
terkait bidang kesehatan. Selanjutnya,banyak terjadi pemekaran bidang ilmu
pengetahuan dari bidang kesehatan, salahsatunya adalah ilmu farmasi.Jika
mendengar kata farmasi, maka gambaran yang terbentuk di masyarakatadalah
seorang ahli obat-obatan. "tukang" buat obat- begitulah sebutan
yangsering terdengar.Benar memang, farmasi adalah bagian dari ilmu kesehatan
yang mendalamimasalah terkait obat. Dulu, seorang farmasis berorientasi untuk
membuat sediaan(seperti sirup, tablet, kapsul,dan salep) obat sehingga
diharapkan dengan obattersebut, dapat menyembuhkan penyakit atau paling tidak
megurangi rasa sakitatau menghambat progresifitas penyakit. Ahli farmasi
berlomba-lomba dalammenemukan obat baru atau memodifikasi obat sehingga dapat
memberikan efekpenyembuhan yang lebih baik dari obat lain.Namun ternyata,
dilapangan ditemukan banyaknya masalah terkait penggunaanobat. Seorang pasien
menjadi "lebih sakit" akibat menggunakan obat-obatantersebut.
Kenapa?Banyak hal yang menyebabkan hal itu.
Cipolle, 1998- meerangkan dalam bukunyabahwa ada 7 kategor masalah terkait
obat, yaitu membutuhkan tambahan terapi obat, terapi obat yang tidak perlu,
terapi salah obat, dosis terlalu rendah, dosistererlalu tinggi, reaksi obat
yang merugikan, dan kepatuhan.Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang cukup
menarik perhatian di duniakesehatan. Berangkat dari kejadian-kejadian di
lapangan seperti di atas, makasekitar tahun 80-an, konsentrasi farmasi di
Indonesia mulai melakukanpengembangan ke arah patient oriented atau pelayanan
yang berorientasi padapasien yang ditekuni oleh ahli-ahli bidang farmasi
klinis. Sebenarnya di USA,farmasi klinis telah menjadi perhatian sejak sekitar
tahun 60-an. Namun, diIndonesia farmasi klinis baru memperlihatkan perkembangan
di tahun 2000-andengan tercetusnya PP 51 yang memuat peraturan standar
pelayanankefarmasian.Lalu, apa yang dikerjakan oleh farmasis klinis di
lapangan? Ini juga menjadipertanyaan pertama saya ketika mendengar istilah
farmasi klinis.
Contoh terdekatnya, selama ini ketika kita
"singgah" ke apotek, kita tak pernah
tau siapa apoteker yang bertugas di apotek tersebut. Sehingga banyak
masyarakat.
Farmasi Masa Kini
Farmasi (Inggris: pharmacy, Yunani: pharmacon, yang berarti: obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan
efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi
termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat,
serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata
farmasi berasal dari kata farma (pharma). Farma merupakan istilah yang dipakai di tahun 1400 - 1600an.
Institusi farmasi Eropa pertama kali berdiri di Trier, Jerman, pada tahun 1241 dan tetap eksis sampai dengan sekarang.
Farmasis (apoteker) merupakan gelar
profesional dengan keahlian di bidang farmasi. Farmasis biasa bertugas di institusi-institusi baik pemerintahan maupun swasta seperti badan pengawas obat/makanan, rumah sakit, industri farmasi,
industri obat tradisional, apotek, dan di berbagai sarana kesehatan.
Menuju Dunia Farmasi Masa Kini
Foto: Ist
DALAM upaya mengembangkan
sebuah usaha bisnis, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu
kunci penting. Begitu pula dalam dunia farmasi.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang farmasi termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset farmasi, industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat. Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sebuah Perubahan Paradigma Kefarmasian
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di Indonesia. Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki dampak penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran, tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang farmasi termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset farmasi, industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat. Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sebuah Perubahan Paradigma Kefarmasian
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di Indonesia. Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki dampak penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran, tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.
Langganan:
Postingan (Atom)