Kamis, 18 Februari 2016
Ketika Mencontek Telah Menjadi Budaya Pelajar
Sebagai pelajar, tentu disibukkan dengan adanya tugas dan ulangan harian. Dan ketika seorang pelajar tak bisa memposisikan dirinya dengan benar maka mencontek menjadi pilihan. Mungkin awalnya pelajar itu mencontek karena tak sempat belajar, anggap saja karena mengerjakan tugas malam harinya. Tapi karena mencontek dianggap sebagai sesuatu yang ‘mudah’ maka sebagai seorang pelajar yang mulanya terpaksa mencontek akan lebih menjadi terbisa mencontek. Ada banyak alasan bagi pelajar yang lebih memilih mencontek tapi kemudahan dalam mencontek lah yang menjadi faktor utama. Misalnya saja bentuk soal yang berbentuk multiple choice/ pilihan ganda sehingga sebuah jawaban dapat dengan mudah diutarakan lewat bahasa tubuh, terutama jari atau mulut. Hal itu tentu berbeda dengan bentuk soal berupa uraian/ essai yang dapat meminimalisir kecurangan mencotek pada pelajar. Contoh berikutnya adalah tentang pengawas atau penjaga ujian yang terlalu longgar dalam mengawasi para pelajar. Seharusnya, sebagai seorang pelajar tak perlu ada nya pengawas. Kesadaran diri untuk tidak berbuat curang harusnya sudah terbentuk. Tapi dalam kenyataan nya pelajar cenderung bergantung pada pengawas, setiap kali ulangan selalu berharap mendapatkan pengawas ujian yang santai, biasanya dengan kriteria orang suka main laptop atau baca buku atau keluar masuk kelas saat menjaga ujian. Sehingga pelajar dapat dengan mudah melancarkan aksinya. Faktor berikutnya adalah tuntutan nilai. Ya, tuntukan nilai baik yang diharapkan orang tua tentu akan membebani pelajar. Secara tidak langsung seorang pelajar akan melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai baik, nah salah satunya mencontek saat ulangan.
Miris memang ketika pelajar kini mulai terbisa dengan mengandalkan jawaban dari teman atau membuat catatan kecil (repekan) yang dibuka saat ujian berlangsung. Namun hal ini masih bisa diminimalisir, pengubahan sistem ujian misalnya. Ujian tak selamanya dengan cara tulis, kadang diperlukan adanya ujian lisan. Dengan ujian lisan pelajar tak bisa mengandalkan siapapun keculi dirinya sendiri sehingga dirinya akan otomatis belajar. Jika memang seorang guru harus memberikan ujian secara tulis, ada baiknya jika bentuk soal yang diberikan adalah soal uraian/ essai dan tak lupa pengawas ujian haruslah berbuat tegas jika ada pelajar yang berbuat curang.
Disamping itu semua tentunya pelajar yang benar-benar belajar akan sangat merasa dirugikan dari aksi kecurangan ini. Dan kebanyakan alasan pelajar memberikan jawaban kepada temannya adalah agar tidak di’cap’ sebagai anak yang pelit atau sombong. Tak jarang kita jumpai bahwa nilai yang mencontek akan lebih tinggi dari pelajar yang benar-benar belajar. Sungguh tidak adil bukan?
Budaya mencontek telah mengakar pada kebanyakan pelajar saat ini, tapi bukan tidak mungkin pada suatu saat budaya itu akan hilang. Mulailah pada diri sendiri. Ylah dengan usahamu, kalau kamu tidak percaya pada diri kamu sendiri, siapa yang akan percaya? Tapi jika itu mengalami kegagal an yakin kan diri kamu bahwa sekecil usahamu pasti akan dihargai Tuhan.
Sumber
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Komentar balik mik
BalasHapus