FARMASI MASA DEPAN dan MASA KINI
FARMASI MASA DEPAN
Sejak adanya Deklarasi Fredrick II (1240) yang di
cetuskan oleh Kaisar Fredrick II yang merupakan kaisarjerman dan raja dari
italia dan sicilia selatan(1194- 1250) yang berisi “Sebelum
menyerahkan obatapoteker wajib untuk mengucapkan sumpah bahwa obatyang telah
dibuat telah diproses berdasarkan formulastandar atau resep dan tidak ada
kecurangan. Dokter tidak boleh melakukan hubungan dagang dengan apotekdan
tidak bolah menerima imbalan atau tanda jasa dari apotek “. Sejak
saat itu maka profesi farmasitelah diakuisecara independen. Sehingga jelaslah
bahwa pada waktu itu fokus pekerjaan farmasi yaitumenyiapkan obat dengan benar
dan berkualitas. Dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya
ilmupengetahuan dan teknologi, ternyata ada pekerjaan-pekerjaan tambahan yang
harus dilakukan oleh farmasi.Pekerjaan tersebut merupakan fungsi kontrol dan
jugajaminan terhadap kegiatan berupa pembuatan termasukpengendalian mutu Sediaan
Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi ataupenyaluranan
obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayananinformasi
obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (sesuai dengan
peratutan pemerintahno 51 2009 tentang kefarmasian). Hal ini disebabkan oleh
adanya tuntutan kualitas dari masing-masing tahap
pelayanan
kefarmasian.
Oleh karena itulah maka secara garis besar fokus pekerjaan farmasi
terbagi menjadidua bidang besar yaitu farmasi klinik dalam usaha pelayanan
kefarmasian kepada pasien dan farmasi industrydalam usaha riset serta produksi
obat-obatan dengan kualitas yang tinggi.Ditambah lagi akhir-akhir ini juga
telah ada tuntutan untuk menjamin kualitas dengan berkembangnyaobat-obatan
herbal yang memerlukan kajian yang berbeda dari obat-obatan modern. Hal
tersebut menjadipekerjaan farmasi juga. Dengan beragamnya tugas farmasi
tersebut maka institusi pendidikan farmasi jugaharus menyediakan pengetahuan
tentang berbagai pekerjaan farmasi tersebut. Farmasi haruslah mau
terbukamenerima ilmu-ilmu yang baru serta spesifik untuk fokus bidangnya untuk
saling mendukung pekerjaanfarmasi.
PANDANGAN
MASYARAKAT TERHADAP APOTEKER.
Menurut Drs. M. Dani Pratomo, Apt, MM sebagai ketua IAI (ikatan
apoteker Indonesia) tahun2005mengatakan bahwa masih banyak masyarakat yang
tidak mengetahui apa tugas apoteker yang sebenarnya. Inidikarenakan di
Indonesia penggunaan obat sudah terlalu mudah diakses oleh masyarakat padahal
obat yangsesungguhnya adalah racun yang memerlukan pengaturan yang tepat.
Menurut pandangan beliau juga apotekertidak dilatih sesuai dengan pekerjaan
yang sebenarnya sesuai pharmaceutical care untuk menghadapi pasien.
Sehingga mereka kurang begitu terampil ketika lulus.Di Indonesia
masyarakat umum mengenal apoteker sebagai tenaga kedua setelah dokter. Ini
terbukti dengananggapan dan pendapat masyarakat yang mengutarakan bahwa
apoteker memiliki kerja sebagai penerjemahresep, orang yang mempersiapkan obat
dan penjaga apotek. Pandangan seperti inisecara tidak langsung jugatelah
menurunkan mental dan menjadikan pandangan orang laintidak terlalu baik
terhadap farmasi. Bila haltersebut dibandingkan dengan beragamnya tugasfarmasi
yang sebenarnya diatas, maka anggapan masyarakatyang seperti itu telah menjadi
indikasi dan parameter bahwa keberadaan farmasi kurang begitu
dirasakanmanfaatnya oleh masyarakat. Padahal apoteker telah diakui sebagai
profesi layaknya dokter gigi, dokter,perawat dan dokter hewan. Sebuah profesi
pastilah memiliki kualifikasi untuk bekerja secara professional danmempunyai
undang-undang yang mendukung pekerjaannya. Bila dibandingkan dengan keadaan
tersebut,maka ini menjadi suatu masalah besar bagi farmasi untuk diselesaikan.
BPOM
adalah badan resmi di Indonesia yang berhak memberi ijin untuk beredarnya
produk obat, obat herbal,
Makanan
dan minuman yang boleh beredar di Indonesia. Namun dalam sebagian besar
pertimbangan untukregulasi dan pemilihan kepalanya yang ada di lembaga tersebut
bukanlah orang farmasi. Pekerjaan tersebutdilakukan oleh menteri kesehatan yang
diwakili oleh profesi kedokteran. Sehingga farmasi Indonesia terasabelum bebas
sepenuhnya dan diakui sebagai profesi yang mampu berkembang walaupun banyak
berdiri
pabrik-pabrik
besar farmasi di negara ini. Di lain pihak bahwa sebagian besar mental-mental
lulusan farmasi Indonesia masih memikirkan pekerjaanteknis-teknis saja. Belum
begitu peduli terhadap isu-isu yang terjadi dunia kefarmasian, terhadap
regulasi yangmengatur kefarmasian dan bersedia untuk merangkap kerja untuk
bekerja di sector publicsebagai pembuatkonsep regulasi. Oleh karena itulah maka
lulusan farmasi yang ada di masa yang akan datang haruslah beranimembuka diri
untuk menerima ilmu-ilmu lain di luar farmasi untuk mendukung keprofesiannya.
Seperti ilmuhukum untuk mendukung farmasi dari sisi undang-undang.
Ilmu manajemen untuk mendukungfarmasi darisisi kepemimpinan dan manajerial.
Sisi psikologi untuk mendukung farmasi dari sisi kepemimpinan dan interaksi
dengan orang lain. Dan masih banyak ilmu-ilmuyang secara parsial berhubungan
dengan duniakefarmasian seperti ilmu-ilmu medis, bioteknologi, teknologi
produksi dan lain-lain. Keterbukaan farmasiuntuk mau belajar lebih tersebut
akan membuat pencitraan farmasi akan dianggap baik dari segala sisi yangsaling
mendukung. Karena pencitraan profesi ini tidaklah berhasil jika hanya ditinjau
dari satu sisi saja.
Namun
tidak semua ilmu tersebut harus diberikan kepada mahasiswa dalam kuliah. Hanya
ilmuilmu tertentuaja yang sesuai untuk diberikan kepada mahasiswa yang sudah
memilki focus terhadap bidang pekerjaannyananti. Sehingga spesialisasi farmasi
seharusnya juga menyesuaikan cabang pekerjaan farmasi yang adatersebut. Aktif
dalam kegiatan pembahasan tentang isu-isu yang terjadi di dunia kefarmasian.
Seorangapoteker haruslah mengusahakanpembelajaranseumur hidup untuk mengikuti
kemajuan zaman, ilmupengetahuan dan teknologi. Serta mempertimbangkan aspek
nine star of pharmacist yang diajarkan di fakultasfarmas universitasairlangga
bahwa farmasi adalah juga sebagai care giver, decisionmaker,communicator,leader,
manager, life long learner, teacher, researcher dan pharmapreneur.
FARMASI SEKARANG
Dunia Farmasi telah banyak mengalami perkembangan yang sangat
pesat dengan majunya perkembangan dunia Iptek.Dulu, ketika manusia mulai
mengerti dan mendalami masalah kesehatan,terbentuklah satu profesi yang
bertanggung jawab dalam menanggulangi masalahini yang sering kita sebut dengan
dokter. Kemudian, seiring berjalannya waktu,semakin banyak permasalah kesehatan
yang ditemui. sehingga tak mungkin bagiseorang dokter mendalami semua ilmu
terkait bidang kesehatan. Selanjutnya,banyak terjadi pemekaran bidang ilmu
pengetahuan dari bidang kesehatan, salahsatunya adalah ilmu farmasi.Jika
mendengar kata farmasi, maka gambaran yang terbentuk di masyarakatadalah
seorang ahli obat-obatan. "tukang" buat obat- begitulah sebutan
yangsering terdengar.Benar memang, farmasi adalah bagian dari ilmu kesehatan
yang mendalamimasalah terkait obat. Dulu, seorang farmasis berorientasi untuk
membuat sediaan(seperti sirup, tablet, kapsul,dan salep) obat sehingga
diharapkan dengan obattersebut, dapat menyembuhkan penyakit atau paling tidak
megurangi rasa sakitatau menghambat progresifitas penyakit. Ahli farmasi
berlomba-lomba dalammenemukan obat baru atau memodifikasi obat sehingga dapat
memberikan efekpenyembuhan yang lebih baik dari obat lain.Namun ternyata,
dilapangan ditemukan banyaknya masalah terkait penggunaanobat. Seorang pasien
menjadi "lebih sakit" akibat menggunakan obat-obatantersebut.
Kenapa?Banyak hal yang menyebabkan hal itu.
Cipolle, 1998- meerangkan dalam bukunyabahwa ada 7 kategor masalah terkait
obat, yaitu membutuhkan tambahan terapi obat, terapi obat yang tidak perlu,
terapi salah obat, dosis terlalu rendah, dosistererlalu tinggi, reaksi obat
yang merugikan, dan kepatuhan.Hal ini kemudian menjadi permasalahan yang cukup
menarik perhatian di duniakesehatan. Berangkat dari kejadian-kejadian di
lapangan seperti di atas, makasekitar tahun 80-an, konsentrasi farmasi di
Indonesia mulai melakukanpengembangan ke arah patient oriented atau pelayanan
yang berorientasi padapasien yang ditekuni oleh ahli-ahli bidang farmasi
klinis. Sebenarnya di USA,farmasi klinis telah menjadi perhatian sejak sekitar
tahun 60-an. Namun, diIndonesia farmasi klinis baru memperlihatkan perkembangan
di tahun 2000-andengan tercetusnya PP 51 yang memuat peraturan standar
pelayanankefarmasian.Lalu, apa yang dikerjakan oleh farmasis klinis di
lapangan? Ini juga menjadipertanyaan pertama saya ketika mendengar istilah
farmasi klinis.
Contoh terdekatnya, selama ini ketika kita
"singgah" ke apotek, kita tak pernah
tau siapa apoteker yang bertugas di apotek tersebut. Sehingga banyak
masyarakat.
Farmasi Masa Kini
Farmasi (Inggris: pharmacy, Yunani: pharmacon, yang berarti: obat) merupakan salah satu bidang profesional kesehatan yang merupakan kombinasi dari ilmu kesehatan dan ilmu kimia, yang mempunyai tanggung-jawab memastikan
efektivitas dan keamanan penggunaan obat. Ruang lingkup dari praktik farmasi
termasuk praktik farmasi tradisional seperti peracikan dan penyediaan sediaan obat,
serta pelayanan farmasi modern yang berhubungan dengan layanan terhadap pasien (patient care) di antaranya layanan klinik, evaluasi efikasi dan keamanan penggunaan obat, dan penyediaan informasi obat. Kata
farmasi berasal dari kata farma (pharma). Farma merupakan istilah yang dipakai di tahun 1400 - 1600an.
Institusi farmasi Eropa pertama kali berdiri di Trier, Jerman, pada tahun 1241 dan tetap eksis sampai dengan sekarang.
Farmasis (apoteker) merupakan gelar
profesional dengan keahlian di bidang farmasi. Farmasis biasa bertugas di institusi-institusi baik pemerintahan maupun swasta seperti badan pengawas obat/makanan, rumah sakit, industri farmasi,
industri obat tradisional, apotek, dan di berbagai sarana kesehatan.
Menuju Dunia Farmasi Masa Kini
Foto: Ist
DALAM upaya mengembangkan
sebuah usaha bisnis, pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi salah satu
kunci penting. Begitu pula dalam dunia farmasi.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang farmasi termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset farmasi, industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat. Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sebuah Perubahan Paradigma Kefarmasian
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di Indonesia. Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki dampak penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran, tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.
Jika kita berbicara mengenai tenaga kefarmasian, cakupannya cukup luas. SDM kefarmasian bukan saja tenaga yang bekerja di apotek maupun rumah sakit, namun tenaga di bidang farmasi termasuk sumber daya manusia yang juga bekerja di dalam pengembangan riset farmasi, industri distribusi farmasi, industri produksi dan sebagainya.
Meski memiliki posisi dan peran yang berbeda, tenaga kefarmasian ini memiliki tujuan akhir yang sama, yakni pelayanan kesehatan untuk masyarakat melalui penyediaan obat yang memiliki kualitas. Setiap posisi, tugas dan peran boleh jadi lain, tetapi idealisme melayani masyarakat tetaplah menjadi hal yang terpenting.
Keberhasilan seorang apoteker -baik yang berada di rumah sakit maupun di korporasi farmasi lain- bisa dilihat dari hasil pelayanan yang diberikannya. Ini merupakan sebuah dampak dari tuntutan terhadap pelayanan kesehatan yang semakin meningkat oleh masyarakat. Peningkatan ini juga merupakan dampak dari meningkatnya pengetahuan dan ekonomi masyarakat. Pada akhirnya, peningkatan pelayanan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian pun menjadi titik perhatian bersama.
Sebuah Perubahan Paradigma Kefarmasian
Sudah lebih dari 4 dekade telah terjadi perubahan paradigma kefarmasian di dunia bisnis farmasi. Yang bermula dari pembuatan obat serta penyaluran obat-obatan, kini beralih pada kepedulian terhadap pasien. Peran apoteker pun lambat laun berubah, dari hanya peracik obat serta pemasok produk farmasi menuju ke arah pemberi pelayanan dan informasi penuh pada pasien. Dan akhirnya berujung pada nilai kepedulian pada pasien.
Perubahan paradigma dunia farmasi ini, memiliki implikasi perubahan pada setiap pelaku dan tenaga kefarmasian. Nilai-nilai pelayanan kesehatan yang berkualitas, menjadi poin penting dalam perubahannya. Diperlukan sebuah didikan khusus, bagi para tenaga farmasi di Indonesia. Misalnya saja, jika kita ingin membahas peran dan fungsi apoteker sekarang ini.
Sekarang ini, seorang apoteker pun harus bisa memberikan obat yang layak, lebih efektif dan seaman mungkin serta memuaskan pasien. Dengan demikian, seorang apoteker bisa memberikan kontribusi yang berdampak pada pengobatan serta kualitas hidup pasien. Obat yang layak artinya yang sesuai dengan kebutuhan, yang efektif artinya yang memiliki dampak penyembuhan terbaik bagi pasien.
Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian di Indonesia, masih dapat dikatakan lamban. Padahal jika ditekuni, inovasi yang dihasilkan bakal menjadi aset berharga untuk negeri sendiri. Melihat hal tersebut, sebenarnya bidang industri farmasi perlu dilibatkan dalam pengembangan iptek di bidang kedokteran. Ini yang disebut sebagai lintas ilmu pengembangan. Kalau melihat secara kuantitas dan kualitasnya, harusnya Indonesia bisa bersaing dengan negara lain di Asia dalam pengembangan iptek.
Di antara pengusaha farmasi dan sektor swasta bidang farmasi lainnya, paradigma juga harus dirubah. Pengembangan teknologi dalam dunia farmasi bukan lagi sebagai nilai pengeluaran, tetapi menjadi bentuk investasi jangka panjang. Selama ini pun, kontribusi kalangan industri farmasi dalam penelitian dan pengembangan iptek di Indonesia masih kecil. Karena memang diakui bahwa penelitian untuk menemukan obat paten menelan dana yang sangat besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar